Bandar Lampung _ Pada masa kini, zakat tidak hanya berorientasi pada pemenuhan kewajiban tentang seorang muslim yang mengharuskan membayar zakat namun juga dipandang sebagai instrumen ekonomi pembangunan yang dapat menunjang suatu negara.

Kata zakat berasal dari bahasa Arab زكاة atau zakat yang berarti bersih, suci, subur, berkat, dan berkembang. Menurut istilah, zakat adalah sejumlah harta yang wajib dikeluarkan oleh umat Muslim dan diberikan kepada golongan yang berhak menerimanya sesuai dengan syarat yang telah ditetapkan. Pengertian zakat tertulis dalam QS Al-Baqarah 2:43,yang artinya: “dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’”

Dalam hal ini zakat itu sendiri diperuntukkan untuk 8 golongan yakni: fakir, miskin, amil, muallaf, riqab (memerdekakan budak atau hamba sahaya), gharim, fi sabilillah dan ibnu sabil. Setidaknya ada dua jenis zakat yang bisa gunakan untuk pengoptimalan dalam pengentasan kemiskinan yaitu zakat maal atau zakat harta dan zakat profesi.

Jenis zakat maal atau zakat harta merupakan zakat yang mencakup hasil perniagaan, pertanian, pertambangan, hasil laut, hasil ternak, emas dan perak.

Sedangkan Zakat profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi (hasil profesi) bila telah mencapai nisab. Hasil profesi merupakan sumber pendapatan seseorang seperti pegawai negeri, swasta, konsultan, dokter dan notaris. Para ahli fikih kontemporer bersepakat bahwa hasil profesi termasuk harta yang harus dikeluarkan zakatnya.

Indonesia merupakan negara dengan salah satu populasi penduduk terbesar di dunia dan juga menempatkan sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Sehingganya zakat di Indonesia dalam hal ini memiliki potensi yang sangat besar apabila dapat diupayakan dengan optimal. Sehingga apabila zakat dapat dioptimalkan maka akan menjadi solusi untuk mengentaskan kemiskinan yang masih melanda Indonesia hingga saat ini. Menurut kepala BASNAZ setiap tahunnya Indonesia memiliki potensi zakat yang terus naik setiap tahunnya. Sehingganya pada tahun 2019 Indonesia memiliki potensi zakat sebesar Rp 252 Triliun, namun hanya terealisasi 8,1 triliun. Hal ini tentu sangat jauh dibandingkan dengan total keseluruhan potensi zakat yang baru terealisasi sebesar 3% saja.

Besarnya potensi zakat yang tidak dapat mencapai keseluruhan tidak terlepas dari kurangnya regulasi yang tegas dari negara dalam mengatur zakat dalam pengelolaan yang sentral. Dalam hal ini penyebab kurang optimalnya dari potensi zakat tersebut ialah, pertama kurangnya kesadaran masyarakat tentang peran zakat bagi perekonomian, dalam hal ini masyarakat menganggap hanya sebatas untuk memenuhi rukun islam semata. Yang kedua badan amil zakat yang dibentuk oleh pemerintah itu sendiri hanya sebatas pengumpulan zakat yang sifatnya masih terbatas, sehingga masyarakat lebih mempercayai badan amil zakat yang dibentuk oleh lembaga non pemerintah yang terlihat lebih fleksibel dan lebih terpercaya. Ketiga kurangnya regulasi tentang Undang-Undang zakat yang proaktiv dalam masyarakat, dalam hal ini pentingnya zakat dalam hal perekonomian juga perlu diatur dalam undang-undang sehingganya masyarakat tidak hanya memandang zakat sebatas pemenuhan rukun islam namun juga membangun kesadaran untuk terwujudnya pembangunan ekonomi, hal ini juga berakibat tidak adanya standar baku tentang zakat ditengah  masyarakat yang masih awam tentang pentingnya zakat itu sendiri, sehingga kurangnya pemahaman tentang zakat dimasyarakat mengakibatkan ketidaktahuan masyarakat dari urgensi zakat itu sendiri. Kelima, zakat di Indonesia  masih sebatas zakat yang bersifat konsumtif sehingganya tidak terdapat nilai yang berkelanjutan.

Indonesia sebagai negara yang tingkat kemiskinannya masih cukup tinggi menjadi PR bagi negara, hal ini tercatat bahwa pada tahun 2019 jumlah penduduk Indonesia mencapai 25,14 juta orang berada dalam garis kemiskinan. Berbagai upaya masih terus dilakukan oleh pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan di Indonesia. Pentingnya optimalisasi zakat dalam hal ini dapat menjadi solusi pengentasan kemiskinan di Indonesia, sehingga perlu bagi pemerintah untuk menetapkan regulasi tentang Undang-Undang zakat dan sosialisasi tentang standar zakat itu sendiri, sehingga masyarakat luas dapat memahami pentingnya zakat dalam pembangunan ekonomi.

Zakat juga dapat dikembangkan menjadi suatu usaha atau program yang produktif dan bisa menghasilkan keuntungan, maka dapat membantu mengentaskan kemiskinan di Indonesia serta menciptakan kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh rakyat indonesia.

Selain itu juga ada lima strategi pengelolaan zakat yang perlu dilakukan untuk mengoptimalkan penggunaan zakat sebagai salah satu cara mengentaskan kemiskinan,yaitu pertama, mendorong hadirnya regulasi dan kebijakan yang mendukung perbaikan tata kelola zakat nasional. Kedua, memanfaatkan teknologi untuk mobilisasi dan penyaluran zakat. Ketiga, mendorong pemanfaatan zakat yang mendukung pengurangan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan. Keempat, mewujudkan database zakat nasional yang terintegrasi. Kelima, memanfaatkan zakat untuk mendukung pengembangan ekonomi dan keuangan syariah.

Selain itu, dana zakat juga dapat digunakan untuk membantu UKM yang menjual produk halal dan menggunakan instrumen keuangan syariah dalam mengembangkan usahanya. Dengan demikian, pemanfaatan zakat juga mendukung industri halal di Indonesia.

Nama : Sharmila

Npm : 1851030096

Dosen Pengampu : Muhammad Iqbal Fasa, M.E.I.

Instansi : UIN Raden Intan Lampung

( RED )

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here